Picture 1 : Basel, Swiss |
Mungkin,
Swiss adalah salah satu negara yang sangat ketat di Eropa, ketika di perbatasan
Jerman menuju menuju Swiss, ada kontroler yang memeriksa passport semua
penumpang. Namun tidak ada kendala apapun, sehingga bus kami melanjutkan perjalanan.
Tapi perjalanan kisah cintaku bersamanya tidak bisa dilanjutkan karena dia telah memilih
wanita lain. Skipp.
Aku berencana menginap di salah satu
mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S-3 di Swiss, namanya ka Nova. Nurul
si tukang merepotkan ini meminta bantuan agar ka Nova menjemputku di tampat
pemberhentian flixbus karena aku
tidak punya kuota dan bingung bagaimana cara menemukan jalan menuju rumah ka
Nova. Satu lagi pejaran untuk kalian yang
mau traveling, beli kuota yaa plis. Kalau aku memang orangnya sangat nekad. Aku
lebih suka menggunakan intuisiku dan bertanya pada orang untuk melatih
kemampuan bahasaku. Hehe tapi boong. Irit uang aja sih, sayang kalau harus beli
kuota hanya untuk beberapa jam di Swiss. Tapi boong lagi. Heheh yang benar
alasan pertama. Aku senang belajar. Oh yaa, jika ditanya dari mana aku mengenal
Ka Nova akan aku jelaskan diparagrap berikut.
Flixbus merupakan salah satu alat transportasi murah untuk bisa mencapai
negara-negara di Eropa meski perjalanannya bisa lebih dari 4jam, yaa gimana
lagi yaa nyarinya murah. Harga normalnya adalah kisaran 20euro ke atas atau sekitar Rp.340.000 (tergantung saat itu euro sedang di berapa rupiah, tapi ketika aku disana harga 1euro bisa mencapai Rp.17.000). Kalau mau enak dan nyaman bisa naik TGV (Train a Grande Vitess) yang menghubungkan kota-kota utama di Perancis terutama Paris serta beberapa negara tetangga seperti Swiss, Jerman dan Belgia. Tapi harganya bisa 2-3 kali lipat daripada harga naik bus. Mau lebih enak dan cepet nyampe? Yaa naik pesawalah sahabat sultan. Tapi harganya bisa 3-5 kali lipat harga naik bus. Aku memilih menaiki bus. Tebak berapa harga yang harus ku bayar dari Strasbourg ke Swiss dengan 4jam perjalanan? Hanya 10euro atau Rp.170.000!! Kaget ngga sih? Kaget dong. Buktinya udah ilang di telan bumi, nanti aku cari lagi yaa.
Jadi, aku menemukan sebuah akun di instagram
yang bernama @kamarpelajar . Disana dijelaskan bahwa ada banyak orang-orang
Indonesia yang tinggal di Eropa untuk menempuh pendidikan. Jelas bahwa mereka
mempunyai kamar pribadi entah itu diapartemen atau colocotaire. Mereka bersedia
memberikan tumpangan dengan tarif murah. Murah banget sumpah dibandingkan jika
kamu menginap disebuah hotel atau Arbnb. Arbnb adalah sebuah aplikasi untuk mencari
kamar kosong pula. Kelemahan kamar pelajar ini adalah tidak semua para pelajar
tersebar di beberapa kota kecil. Maka, akan jauh lebih mudah sebenarnya jika kamu
menggunakan aplikasi tersebut, harganya kisaran 12euro atau sekitar
200rb/malam, untuk kamar semacam hostel (satu kamar banyak tempat tidur). Tapi kamu juga bisa memilih vila atau apartemen. Jika
kamu menyewa kamar di kamar pelajar, mereka biasanya menekan tarif sekitar 5-15euro. Murah bukan? Singkatnya, aku hubungi kamar pelajar dan mendapatkan kontak Ka Nova yang
kebetulan tinggal di kota Basel, Swiss.
Aku tiba pukul setengah 1 malam,
beruntung ka Nova menjemputku. Kami berjalan hingga menemukan halte bus
terdekat. Sebelum naik bus, tentu aku harus membeli tiket, dan aku sangat kaget
saudara-saudara. Harga satu kali naik bus adalah sekiar 4,10euro atau sekitar
80rb. L Dua kali lipat harga metro di kota
Paris. Yaa sudah diprediksi bahwa memang Swiss salah satu negara maju dan
mempunyai biaya kehidupan yang sangat mahal.
Kami naik bus-berhenti-lalu masih harus
berjalan kaki menuju colo ka Nova. Dari jauh, kami melihat beberapa orang
mabuk. Sekitar 4 orang.
Ku menggandeng lengan ka Nova. “Duh
sudah lama aku tidak menggandeng tangan orang.”batinku.
“Kaaa ngga takut Ka?”
“Udah kamu tenang aja. Kalu di Swiss
kamu ngga perlu meragukan keamanan. Disini, orang mabok masih bisa sadar ko
ngga akan sampai menyakiti orang lain. Karena kalau iya terjadi kan hukumannya
langsung dipenjara dan kalau dia seorang imigran, bakal di deportasi dari
Swiss.”
Aku menggangguk, “oh begitu rupanya.
Keren juga.”
Ilmu baru ku dapat. Memang sebelumnya aku
pernah membaca sebuah artiket bahwa tindakan kriminalisasi di Swiss memang
sangat kecil. Jurus andalanku adalah “istigfar”. Istigfar membawa kami berhasil
melewati keempat pemabuk tersebut dan tiba di kamar ka Nova. Kebetulan pada
saat itu ternyata ada juga yang sedang menginap di kamar ka Nova selain diriku
yaitu ka Asri, kami mengobrol sebentar sebelum akhirnya memejamkan mata. Ka
Asri datang ke Swiss untuk urusan pekerjaannya sebagai digital marketing
disebuah perusahaan. OMG, aku mendapatkan pembelajaran hebat dari kedua orang
ini.
Aku bangun jam 7 pagi dan berniat
memulai perjalananku jam 8 pagi karena waktuku di Swiss sangat minim. Aku harus
kembali pada pukul satu siang sebelum akhirnya terbang ke negara tujuan
selanjutnya. Seperti biasa, aku melakukan solo traveling seperti statusku yang
masih solo juga. Yhaaaa.
Aku berjalan, mengarahkan kamera
HPku, niatnya sih buat vlog. Kata ka Nova, semua destinasiku jaraknya
berdekatan jadi tidak perlu menggunakan transportasi. Kalau aku dan kamu saling berjauhan. Duddduduud. So, ku mulai melangkahkan
kaki tanpa koneksi internet. Hanya handphone dan hedseat. Sepanjang jalan, aku
bertanya kepada orang-orang.
Picture 2 : Salah satu alat transportasi di Basel |
Pertemuan dengan orang pertama,
“Hallo. Maaf mengganggu. Apakah anda tau dimana letak Rathaus?” tantaku dalam bahasa Inggris.
Rathaus adalah gedung balai kota
Basel.
“Attendez!” Menjawab dalam Bahasa
Perancis yang artinya “Tunggu.”
Waitt. Aku kaget dan aku berbicara
Bahasa Perancis juga. Dia juga terkesan kaget ketika aku bertanya menggunakan
Bahasa Perancis. Akhirnya, kami berjalan bersama karena katanya tujuannya
searah. Hmmm BULE MODUS!
“Kenapa anda bisa berbicara Bahasa
Perancis?”penyakit kepoku kambuh.
“ Swiss itu memiliki 3 bahasa
nasional yaitu Itali, Perancis dan Jerman. Untuk Bahasa local, ada Bahasa
roumain. Jadi beberapa orang di Swiss ada yang bisa berbicara salah satu
diantara keempatnya.”
Ahh aku mengangguk lagi. Itu sebabnya
ternyata. Akhirnya, perjumpaan kami harus diakhiri hanya dengan “terima kasih”
dan senyuman. Hmmm sangat menyakitkan.
Berikunya bertemu kembali dengan
orang, kali ini yang kutangkap dia tidak bisa berbicara Bahasa Perancis tapi
dia berbicara Bahasa Jerman. Sungguh negara yang multicultural yaa sahabat
muslimah. Maka aku berbicara Bahasa Inggris. Btw, aku nanya orang disini ada
lebih dari 4 orang yaa, karena aku bisa dibilang buta arah, ngga cukup kalau
cuman sekali nanya. Sepanjang perjalanan, baru kali ini aku melihat sebuah
bendera seneng banget. Ngeliat bendera Swiss langsung inget beberapa teman yang
minta tulisan di sini. Meski aku bukan pergi ke daerah yang Swiss banget gitu
seperti hamparan rumput hijau dan ada bule yang ngangon kambing atau pegunungan
Swiss yang ditaburi salju. Tapi aku tetap bersyukur, Tuhan memberikanku
kesempatan untuk mengenal negara yang luar biasa ini.
Picture 3 : Marketplatz |
Aku tiba di Rathaus. Kecewa sih, hanya bangunan biasa yang berwarna merah. Haha dan kemudian aku mencari Marketplatz untuk belanja. Ternyata sebrang Rathaus adalah marketplatz, namun sayangnya karena itu hari minggu, dan toko-toko di Swiss tutup setiap hari minggu jadi aku tidak bisa membeli cendramata.
Maka aku hanya menikmati marketplatz
sebentar, melihat orang-orang yang duduk menunggu tram, cuaca dingin namun
terlindung adanya sinar matahari. Ku diam sejenak, bersyukur. Lalu melanjutkan
perjalanan ke destinasi selanjutnya yaitu Sungai Rhein.
Seperti biasa, bertanya – sampai
tempat tujuan – mengabadikan beberapa momentum – dan baterai lemah – mencari
kafe untuk charger ponsel. Tiba disebuahkafe yang bernama Spinga restaurant,
cuman beli kopi pait doang harganya 100rb sahabat, pen nangis, tapi nangisnya
dipundaknya. L
PERHATIAN!!! Bawa powerbank kalau
travelling yaa!!!
Menghabiskan satu jam di kafe untuk
charger ponsel adalah hal yang tidak berarti dan sangat bodoh menurutku. Tapi
hidup harus terus berlanjut, setujuuu? Berjalan kembali menuju destinasi
selanjutnya yaitu Munsterplatz.
Picture 4 : Munsterplatz |
Munsterplatz adalah salah satu cathredale tua di Basel. Kamu bisa naik ke atas tempat tersebut dan melihat pemadangan Swiss dari atas. Tapi sayangnya harus berpasagan. L Kenapa rasis sekali yaa? Heheh karena katanya sebelumnya ada yang pernah bunuh diri terjun dari atas lantai tersebut. Maka setelah peristiwa tersebut terjadi, aturan baru adalah tidak boleh naik sendirian. Masa aku harus nyari pasangan dulu?
Sebenarnya tempat ini juga biasa
saja. Namun, ada anak-anak yang bermain balon gelembung dan berlari-lari, turis
yang berfoto serta melihat seorang ibu yang mengikat rambut anaknya. Likeee, I
can’t describe this condition. . . Entah kenapa seneng aja litanya. Mungkin
kondisi seperti itu bisa dilihat dinegara manapun tapi tetap saja Swiss pada
hari itu sangat menyenangkan. Apalagi ketika melihat sungai sheine dari tempat
ini. Aku cinta kota ini. Sayangnya aku lebih banyak mengambil video ditempat ini, dan tidak ada foto bagus, maafkan. Beberapa videonya ada di IGku. Follow makanya yaa! Hehe
Picture 5 : Aku dan bayanganmu |
Kalau lagi bahagia, waktu emang cepat berlalu yaa. Sama kaya dulu kita pernah bahagia bersama ingat ngga sih? HEYY AKU KENAPAAA?! TOLOOONG.
Jam satu siang, aku kembali ke kamar ka
Nova dan membereskan pakaian lalu membayar kamar yang hanya 5euro, baik
bangeettt. L
Tiba disana aku bercerita bagaimana
perjalananku. Ka Nova juga bercerita sedikit lagi tentang Swiss untuk menjawab kekpoan ku sembari aku memberskan
barang-barangku. Bahwa di Swiss khususnya di kota Basel ini, jika kamu ke
taman, kamu akan melihat buku yang disampul plastik, apapun jenis bukunya dan
kamu bisa mengambil buku itu. Gratis. Untuk kamu. Di sebar dibeberapa tempat.
Huaaa aku pengen nangis lagi. Aku bisa kaya ilmu kalau gini caranya. Sebenarnya di taman tempat aku tinggal di Lamorlaye pun sama. Ada sebuah kotak, dan dikotak tersebut ada banyak buku-buku berbahasa Perancis, kamu bisa membaca disana. Tapi jangan dibawa pulang!!! Aku aja yang dibawa pulang kerumahmu! Loh.
Aku sudah di bandara, rasanya berat
banget meninggalkan Swiss, sama beratnya kaya kehilangan dia. Abaikan udah aku capek. Membeli beberapa cendramata untuk Esme dan untukku.
Jujur, tadinya aku mau ke Zurich
bukan Basel. Aku mau ke Basel karena teman bodohku yang bernama Salma bilang
bahwa di Basel ada temannya dan kami bisa menginap di rumahnya. Aku mengiyakan,
dan kami membeli tiket. Namun, si bodoh Salma ini sudah tidak punya visa aktif,
jadi dia tinggal di Perancis dengan visa illegal, perpanjangan visa nya belum
ia terima sampai hari-H. Jadi dia membatalkan perjalanan traveling ke Swiss ini.
Makanya aku cari kamar pelajar.
Tentu Tuhan mengirimku kesini bukan
tanpa alasan dan sebab. Aku belajar banyak tentang negara Swiss. Bagaimana
system pemerintahan mereka yang sangat tegas, budaya mereka, lingkungan yang
bersih parah, kamu bisa minum air kran, cukup bawa botol. Nah si bodoh Nurul
lupa ngga punya botol. So tambahan lagi buat kalian yang mau ke Swiss. BAWA
BOTOL MINUM YAA!
Selain itu, aku bertemu dengan ka
Nova yang sebekerja keras melanjutkan S-3 di Swiss dengan mendapatkan
beasiswa LPDP jurusan Kimia, bertemu pula ka Asri yang tanpa kuliah pun dia
bisa tiba di Swiss atas utusan pekerjaan dan kemampuannya dibidang digital. Aku
merasa dicambuk dan ditampar bahwa perjalanan hidupku masih panjang, ilmuku
masih sangat minim, dan kerja kerasku belum seberapa.
Oh yaa. Tadinya aku buat vlog disini dan aku sudah selesai mengedit. Tapi belum aku save ditempat aplikasi mengeditku. Yang paling menyakitkan adalah aplikasi tersebut tiba-tiba eror, lalu semua video yang aku sudah edit menghilang begitu saja. Sedih ngga sih? Tapi yasudahlah, kenangannya sudah melekat diotakku. Tapi tetap saja gendok yaa. So, aku punya mimpi lagi untuk bisa datang lagi ke kota Swiss yang lainnya, mungkin dengan kamu yang membaca ini, calon pasanganku. Hehe mimpi aja dulu.
Komentar
Posting Komentar